Jumat, 30 Januari 2015
Kho Ping Hoo - BKS#17 - Pusaka Pulau Es
Seri : Bu Kek Siansu #17
Karya : Asmaraman S Kho Ping Hoo
Pria penunggang kuda itu menghentikan kudanya dan memandang ke sekeliling dan dia terpesona. Memang pagi itu indah bukan main. Di sekeliling tempat itu terdapat bukit-bukit berjajar-jajar. Bukit-bukit di timur masih nampak gelap karena matahari baru muncul mengintai dari balik punggung mereka. Akan tetapi bukit-bukit di barat sudah mulai menerima sinar matahari pagi yang kuning keemasan.
Nampak kabut menyingkir perlahan dihalau sinar matahari pagi. Sinar matahari pagi yang masih lembut namun sudah garang itu menerobos di antara kabut, sungguh merupakan keindahan yang sukar untuk dilukiskan. Keindahannya lebih terasa di dalam hati daripada di dalam mata. Burung-burung beterbangan mulai meninggalkan sarang, dan masih ada sempat berkicau di antara ranting-ranting pohon, membuat suasana makin ceria gembira dan mendorong seseorang untuk ikut bernyanyi-nyanyi. Matahari pagi mulai muncul dan sinarnya menghidupkan segalanya, membangunkan semuanya yang tadinya terlelap tidur dalam kegelapan sang malam. Nampak beberapa ekor k
... baca selengkapnya di Kho Ping Hoo - BKS#17 - Pusaka Pulau Es Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1
Kamis, 15 Januari 2015
Wiro Sableng #124 : Makam Ketiga
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya: Bastian Tito
Episode : KEMBALI KE TANAH JAWA
"IBLIS PENCULIK! BERSIAPLAH MENERIMA KEMATIAN! AKAN KUKIKIS SETIAP GUMPALAN DAGING YANG MELEKAT DI TULANG BELULANG DALAM TUBUHMU!" NENEK MUKA SETAN GONDORUWO PATAH HATI BERSERU KAGET KETIKA DAPATKAN DIRINYA TERBUNGKUS DALAM SERANGAN PEDANG YANG MENABUR CAHAYA PUTIH MENYILAUKAN DAN SAMBARAN HAWA DINGIN MENGGIDIKAN. DENGAN CEPAT NENEK INI MELOMPAT SELAMATKAN DIRI SAMBIL TANGAN KANANNYA MELEPAS PUKULAN. LIMA SINAR HITAM MENDERU KELUAR DARI LIMA KUKU.
SEBAGAIMANA diceritakan dalam Episode sebelumnya (Gondoruwo Patah Hati) untuk menyelamatkan diri dari kurungan orangorang Kerajaan, Pendekar 212 Wiro Sableng melarikan diri dengan mencuri dan mempergunakan kuda besar milik Patih Selo Kaliangan. Wiro sengaja memencet kantong anggota rahasia kuda itu hingga dalam sakit luar biasa binatang ini merasa kepala dan sekujur tubuhnya seolah disengat api lalu seperti kesetanan lari menuruni bukit teh, tak perduii arah, tak perduii apapun yang menghadang di depannya.
Tak selang berapa lama Wiro sampai di kaki bukit. Kuda yang ditunggangi mulai memperlambat lari. Mungkin keletihan, bisa juga karena rasa sakit sudah berkurang. Senyum-senyum, tapi ju
... baca selengkapnya di Wiro Sableng #124 : Makam Ketiga Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1
Selasa, 13 Januari 2015
Kisah Balon Merah
Seorang bapa memiliki dua orang anak. Setiap kali bila mereka memiliki waktu bebas, maka ia akan membawa kedua anaknya ke lapangan luas dan melepaskan balon-balon ke udara. Anehnya, balon-balon yang dilepaskan itu semuanya berwarna merah. Setiap kali mereka datang ke lapangan itu pasti balon merahlah yang dilepaskan.
Suatu saat sang ayah ditugaskan untuk bekerja di kota lain. Pada saat hendak meninggalkan rumah ia berpesan kepada kedua anaknya bahwa bila mereka sungguh amat merindukan kehadiran sang ayah, maka mereka hendaknya melepaskan balon merah agar ditiup angin ke langit lepas. Dan dengan melihat balon tersebut sang ayah bisa mengetahui kalau mereka sedang merindukan kehadirannya.
Ternyata kepergian sang ayah bukanlah suatu perpisahan yang singkat. Kedua anak tersebut menanti dengan penuh rindu, dan berulang kali melepaskan balon merah ke udara. Namun tetap saja tak berguna karena ayahnya yang bekerja di tempat yang jauh tak pernah mampu melihat balon yang dilepaskan tersebut.
Suatu hari, kedua anak tersebut secara sembunyi-sembunyi sekali lagi melepaskan balon merah. Para tetangga merasa begitu iba dan terharu melihat betapa besar kerinduan kedua anak tersebut untuk bertemu sang ayah
... baca selengkapnya di Kisah Balon Merah Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1
Sabtu, 03 Januari 2015
Persahabatan yang Abadi
Sebut saja Iqbal, laki-laki berumur 13 tahun. Ia terlahir dengan satu ginjal. Saat dia berumur 4 tahun, dokter mengatakan, bahwa ginjalnya yang dapat berfungsi, hanya satu. Tentu saja, “Lelah” menjadi pantangan dalam hidupnya. Senyum indah tak selalu hadir di bibirnya. Dalam satu hari, 32 suntikan injeksi harus menancap tajam di kulitnya, untuk mengatasi rasa sakit. Ia sangat memimpikan kehidupan normal seperti yang lain pada umumnya. Tapi, sahabat sejatinya, Horan, selalu membuat hidup Iqbal penuh semangat. Horan selalu mengatakan, “Hanya memiliki satu ginjal, tak akan membuatmu kehilangan hak untuk dapat hidup normal” Itu membuat Iqbal merasa bahagia.
Suatu hari, Iqbal terlihat sangat lemas. Horan yang melihatnya, tak dapat menahan rasa iba.
“Ada apa?” tanya Horan.
“Tidak, aku tak apa-apa.” jawab Iqbal
“Hey, sudah kubilang jangan ikut pelajaran olahraga!” kata Horan.
“Ah, aku hanya ingin mencoba melakukan itu. Apa salah? Satu kali saja.” jawab Iqbal
Suasana pun terhening.
“Ya, aku tau. Tapi kondisimu sangat tidak memungkinkan, kau tau itu?” jawab Horan
“Aku sangat tau itu, Horan.”
“Sudahlah, kau ingin persahabatan kit
... baca selengkapnya di Persahabatan yang Abadi Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1
Kamis, 01 Januari 2015
Wiro Sableng #10 : Banjir Darah Di Tambun Tulang
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya: Bastian Tito
Kiai Bangkalan menggeletak di lantai batu dalam Goa Belerang. Sedikit pun tubuh itu tidak bergerak lagi karena nafasnya sudah sejak lama meninggalkan tubuh!
Orang tua itu menggeletak menelentang. Dua buah keris kecil yang panjangnya hanya tiga perempat jengkal berhulu gading menancap di tubuh Kiai Bangkalan. Darah bercucuran menutupi seluruh wajahnya.
Dalam jari-jari tangan kiri Kiat Bangkalan tergenggam secarik kertas tebal empat persegi. Sedang tepat di ujung jari telunjuk tangan kanannya, yaitu pada lantai batu tergurat tulisan:
TAMBUN TULANG
Pendekar 212 Wiro Sableng yang berdiri di dekat tubuh tak bernyawa Kiai Bangkalan tidak mengetahui apa arti dua buah kata itu. Apakah nama seseorang yaitu manusia yang telah membunuh orang tua itu, ataukah nama sebuah tempat. Yang diketahuinya ialah bahwa si orang tua telah menuliskan dua buah kata itu pada saat-saat menjelang detik kematiannya karena ujung jari tangan yang dipakai menulis masih terletak kaku di atas huruf terakhir kata yang kedua.
Diam-diam Wiro Sableng memaki dirinya sendiri. Seharusnya dia datang lebih cepat ke Goa
... baca selengkapnya di Wiro Sableng #10 : Banjir Darah Di Tambun Tulang Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1